Penulis Terapkan Digital Minimalism, Solusi Hidup Lebih Berkualitas
Proses belajar hari ini membawa saya pada fakta ternyata CEO perusahaan teknologi Silicon Valley, Steve Jobs dan Bill Gates tidak memperbolehkan anak-anak mereka main iPad atau punya ponsel pintar sebelum cukup umur di rumah atau di sekolah.
Cermat dan Bijak Gunakan Teknologi
Mereka semua tahu betul dampak penggunaan teknologi yang tidak cermat dan tidak bijak.
Atensi adalah emas mahal, baiknya kita adalah menggunakan teknologi, jangan kita biarkan teknologi memanfaatkan kita.
Kita yang meraup manfaat sebesar-besarnya dari teknologi, bukan sebaliknya.
Salah satu tips yang bisa membawa kita menuju digital minimalism adalah dengan mencermati betul kegiatan kita selama 30 hari kemudian babat aplikasi yang tidak membawa manfaat maksimal bagi kita.
Ada seseorang yang sengaja tidak mengunduh aplikasi media sosial karena bagianya kehadiran aplikasi itu hanya akan membuat distraksi.
Namun jika kehadiran media sosial membawa manfaat besar, misalnya untuk keperluan bisnis ya tak perlu dihapus.
Intinya, cermati dan putuskan apa yang terbaik untuk kita ganti waktu yang dulu terisi main gawai dengan aktivitas yang kita sukai, seperti mengerjakan hobi membaca dan menulis, berkumpul dengan komunitas, dan kegiatan menyenangkan lainnya yang selama ini bisa jadi terabaikan.
Kegiatan luring ini sangat penting karena jika kita tidak mengisinya dengan aktivitas menyenangkan kemungkinan besar kita akan kambuh alias gagal menerapkan komitmen digital minimalism.
Kembalikan kesendirian dalam hidup kita. Solusi kembali ruang bosan dalam hidup kita dan membiarkan pikiran kita berkelana ke sudut-sudut kreatif.
Setelah 30 hari minimal digitalism berhasil mencapai menikmati pikiran yang lebih jernih dan hari-hari yang lebih produktif, kita oleh kembali mengunduh aplikasi yang tidak esensial. Kemungkinan besar di sini pemakaian tidak lagi semasif sebelumnya.
Apakah sobat tertarik untuk merebut atensi yang berharga ini?
Digital Minimalism, Bukan Membatasi Diri Tapi Bijak Menggunakan
Dunia terus berkembang dengan informasi yang berubah setiap waktu, bertambah, berkurang, berganti, dan lain sebagainya lumrah terjadi. Pertanyaan besarnya, apakah otak kita bisa mampu memproses semua informasi ini dengan baik? Tentu ia punya keterbatasan yang tidak boleh diabaikan.
Ada orang yang memiliki kemampuan mengerjakan banyak pekerjaan dalam satu waktu atau istilahnya multitasking. Bicara soal fokus dalam multitasking tentu lain lagi ceritanya. Misal, menyetrika sekaligus terlibat percakapan yang cukup seru dengan teman di dunia maya dan sibuk berbalas komentar di postingan teman.
Bagaimana kalau kita menyaring informasi yang sekiranya benar-benar sesuai dengan kebutuhan? Bukankah itu artinya kita sedang membangun focus yang dampaknya membuat pekerjaan kita lebih cepat terselesaikan dalam waktu yang lebih berkualitas?
Sejauh ini, bagaimana penerapan digital minimalism ala saya? Sesungguhnya saya sendiri belum mencapai apa yang disebutkan. Malah saat mendengar tayangan di kanal YouTube ini saya benar-benar tertohok.
Apakah benar jika banyak yang menggambarkan penggunaan media sosial adalah serupa candu yang terus menerus mencengkeram jika pemilik media sosial itu sendiri tak berusaha mengerem, membuat rambu-rambu, membangun Batasan bijak yang sesungguhnya hanya ia yang tahu karena masing-masing pribadi punya kebutuhan.
Untuk Hidup Lebih Baik, Digital Minimalism Tak Boleh Diabaikan
Dalam sebuah renungan, coba kembalikan ingatan saat kita menghabiskan lebih banyak waktu dengan keluarga tanpa kehadiran ponsel di antaranya.
Berapa banyak kabar terbaru yang akhirnya bisa kita dapatkan. Misal tentang keadaan tetangga, kabar teman lama, dan lainnya.
Memang untuk berada di tahap membatasi interaksi dengan media sosial ini cukup berat. Saya pernah meninggalkan aktivitas bermedia sosial selama lebih kurang enam jam saja. Sengaja saya tidak mengaktifkan paket data dan mengatur ponsel dalam mode getar. Saat ini saya sedang fokus menyelesaikan tulisan berdasarkan sumber buku tanpa merasa perlu melirik referensi internet.
Ketika saya kembali ke ponsel, apa yang terjadi? Banyak pesan bermunculan, bahkan beberapa informasi yang cukup penting, lowongan job misalnya, malah sudah ditutup. Duh, saya sedih seketika. Andai saja andai saja pun menjadi kata yang keluar di hati. Padahal jelas berandai-andai tidak diperbolehkan, kan?
Saya seketika merenung dan memohon ampunan. Saya kok lupa bahwa rezeki itu sudah diatur sang Maha Pemberi Rezeki. Bagaimana bisa saya terlupa sekejap akan hal itu.
Bisa jadi, kan, di kesempatan lain, saat paket data sedang aktif ada tawaran pekerjaan yang bis akita apply sementara kawan kita yang dapat kesempatan sebelumnya malah tidak kebagian. Ya, intinya semua sudah ada bagian.
Kita sedang berikhtiar menuju hidup yang lebih berkualitas dengan menerapkan digital minimalism. Jika kita terus menerus terkungkung oleh candu media sosial, sampai kapan hal ini akan membawa keuntungan? Bisa jadi malah sebaliknya, kan?
Oleh sebab itu, atensi kita yang selama ini tertuju seluruhnya ke media sosial harus segera dikembalikan. Sudah banyak peribahasa, kata mutiara, petuah bijak, yang mengatakan betapa waktu sangat berharga.
Jika kita tetap membiarkan atensi kita diam di tempat, hanya berloncatan dari satu media sosial ke media sosial lainnya, yakinlah bahwa kita hanya menjadi pengumpul informasi yang menganggap semua penting.
Memori ponsel semakin penuh. Padahal Ketika kita menganggap semua penting itu artinya malah semua tidak penting. Benar, kan? Yuk, kembalikan dunia kita dengan menerapkan digital minimalism mulai sekarang!
Yuk, temukan artikel menarik lainnya terkait kepenulisan, salah satunya di Menulis Artikel Blog, Tebar Amal Baik.(*)