Kirim Naskah ke Media Tak Lagi Takut Ditolak
Buat seorang pejuang naskah dengan mengirim ke media, mengalami penolakan adalah hal yang harus dipupuk bahkan sejak naskah dikirimkan. Mengapa? Sebab deg-deg an itu akan datang tiap akhir pekan. Bila otot jantung nggak dilatih bersikap tenang, bisa-bisa kerja jantung mengalami gangguan.
Saya sudah mengirimkan naskah ke media sejak 2013-an. Cerpen pertama saya dimuat di Koran Waspada, salah satu koran yang pusatnya berada di Kota Medan, Sumatera Utara.
Apakah kiriman pertama langsung dimuat? Oh, tentu tidak, Kakak! :D Naskah akan diseleksi untuk dapat tayang di halaman koran. Jika dimuat, tandanya lulus seleksi. Inilah sang jawara karena tentu banyak juga penulis yang menyasar rubrik itu.
Persiapan Mengirim Naskah ke Media
Riset
cara pertama adalah riset. Hal ini sebenarnya berlaku bagi kita yang ingin menulis apa saja, bukan hanya naskah ke media, termasuk tulisan di blog ini juga, kan?
Kita harus mempelajari naskah seperti apa yang menjadi selera redaktur sehingga peluang naskah diterima lebih besar.
Jika naskah kita sudah sesuai dengan ketentuan redaktur, tentu risiko penolakan naskah bisa diminimalisir, ya.
Siapkan naskah
setelah riset, siapkan naskah sesuai hasil pengamatan. Tulis naskah yang bersih dari typo. Sobat bisa gunakan aplikasi yang dapat membantu sobat mengatasi typo dalam tulisan. Kalau saya sering menggunakan google docs saja.
Siapkan email
Zaman sekarang keperluan surat-menyurat elektronik sudah tidak asing, ya, termasuk saat pengiriman naskah yang dahulunya lebih sering menggunakan surat diantar Pak Pos, naskah kita juga dikirimkan via email.
Berdoa
Dalam melakukan aktivitas apapun, berdoa adalah hal penting yang tak boleh ditinggalkan. Kita sudah berusaha semaksimal mungkin, hasil akhir Allah swt, yang menentukan. Jadi, proses yang tidak pernah mengkhianati hasil itu ada baiknya terus kita ingati.
Cek info pemuatan
Salah satu alasan yang membuat saya selalu suka mengirim naskah ke media lokal atau media yang menayangkan naskah via web adalah kemudahan dalam pemantauan.
Memang nggak ada salahnya juga kita mengirimkan naskah ke media luar pulau, tetapi pastikan akses kita untuk mengetahui info pemuatan itu mudah, misalnya bergabung dengan grup-grup kepenulisan.
Di sana, pera penulis saling berbagi info pemuatan setiap pekan. Jadi, nggak masalah jika media tersebut tidak terdapat di kota kita.
Bila ditolak, apa yang harus dilakukan?
Kita sudah berusaha dan berdoa, tetapi naskah masih saja ditolak. Jangan khawatir, ya. Sebab itu artinya kita harus mengirimkan kembali naskah yang lebih cetar daripada sebelumnya. Ulangi kembali poin satu hingga lima.
Kita juga jangan bersedih sebab penolakan bukanlah akhir dari impian menjadi penulis.
Penolakan bukan hanya milik kita
Percayalah bahwa perihal penolakan bukan hal pertama di muka bumi ini. Banyak individu yang telah merasakan yang namanya penolakan untuk berbagai alasan. Manusia itu unik dan problem yang dialami pun demikian.
Penolakan itu menjadi berkah tersendiri
Bisa jadi hari ini kita mengalami penolakan. Jangan jadikan alasan untuk berhenti mengirim naskah. Malah ini adalah saatnya kita belajar kembali. Lihat naskah penulis lain yang dimuat. Bandingkan dengan naskah kita. Dari hal ini kita akan bisa mendapatkan banyak pengalaman berharga bagi tulisan kita selanjutnya.
Penolakan adalah bagian dari proses normal
Kita pasti sedih jika mengalami penolakan. Itu adalah manusiawi. Jika ada penerimaan, ada pula penolakan. Tak mungkin semua naskah penulis dimuat dalam satu waktu di ruang media yang terbatas, bukan?
Penutup
Teruslah berusaha menggapai impian menjadi penulis di media. Jangan pernah patah oleh sebuah penolakan.
Penolakan adalah bukan hanya milik kita, malah itu bisa menjadi berkah tersendiri dari proses yang normal dalam hidup. Terus semangat, ya, Sobat Syl! Lanjut baca ke Decluttering bagi Penulis, Penting Nggak, sih?
Boleh, dong, berbagi di kolom komentar tentang kesan penolakan yang pernah sobat dapatkan. Mengapa penolakan tersebut sangat berkesan? (*)